HUKUM PUASA

PUASA  (QS 2 :183)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (QS 2:183)
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.

yaa`ayyuhaa alladziina aamanuu
Kita merasa terpanggil atas panggilan Allah “Hai orang-orang yang beriman, tidak mengaku jadi orang beriman tapi belajar beriman.
Syarat wajib berpuasa adalah orang beriman, yaitu Islam, baligh, dan berakal sehat. Orang kafir puasanya tidak sah. Anak kecil sebelum 7 tahun tidak boleh diperintah puasa, tapi boleh diajak enaknya puasa yaitu berbuka, tarawih dsb.
Baligh bagi wanita dimulai sejak datang bulan atau usia 9 tahun yang diqiyaskan dgn berkumpulnya Nabi dgn Siti Aisyah. Sedangkan untuk laki-laki, mulai keluar air mani atau usia 15 tahun.
Ayat ini diawali yaa`ayyuhaa alladziina aamanuu, mengandung arti bahwa yang termasuk membatalkan puasa adalah murtad.
kutiba ‘alaikumu ash-shiyaamu:
1. Kita berusaha untuk melaksanakan kewajiban berupa puasa, karena puasa merupakan kewajiban bagi orang-orang yang beriman.
2. Puasa adalah tidak makan & minum (tidak memasukkan sesuatu ke usus besar) dan tidak hubungan suami istri.
3. Kita berdakwah kepada non muslim untuk masuk Islam dan untuk menjalankan puasa.
Memasukkan air ke telinga dan dikeluarkan lagi, berkumur, memasukkan air ke hidung dan dikeluarkan lagi tidak embatalkan puasa karena tidak masuk tenggorokan yang menuju usus besar, tidak membatalkan puasa karena dimaafkan.
Obat tetes mata yg kadang2 terasa pahit di tenggorokan diupayakan dikeluarkan, tetapi jika tertelan maka dimaafkan atau tidak membatalkan puasa. Demikian juga ingus atau dahak.
Berak atau kencing didalam air atau sungai juga tidak membatalkan puasa karena tidak mungkin masuk ke usus besar (perut) melalui dubur.
Suntik atau infus juga tidak membatalkan puasa karena tidak mungkin masuk ke usus besar (perut).
Hadats besar (junub) dan hadats kecil tidak membatalkan puasa, boleh saja orang junub sampai subuh baru mandi.
Datang bulan(haid) membatalkan puasa, tapi harus diganti pada hari lain.
Hubungan suami istri pada waktu siang hari membatalkan puasa juga wajib membayar denda yaitu membebaskan budak atau puasa dua bulanberturut-turut, atau memberi makan 60 orang miskin.
Ciuman suami istri, tidur satu ranjang (tidak bersetubuh), hadats besar (junub) misalnya keluar air mani pada siang hari, maka tidak membatalkan puasatapi jika menimbulkan nafsu maka bisa mengurangi pahala puasa.

kamaa kutiba ‘ala alladziina min qoblikum:
Kita yakin bahwa syariat puasa sudah ada sejak zaman terdahulu.
la’allakum tattaquuna:
1. Kita menjalankan puasa dengan berharap pada Allah agar dijadikan orang yang bertaqwa, bukan agar sehat,kurus/langsing, rejeki lancar, dan sebagainya.
2. Kita berusaha selalu meningkatkan taqwa.

أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (QS 2:184)
(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barang siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.

ayyaa man ma’duudaatin:
1. Kita berusaha untuk selalu bersyukur pada Allah, karena syariat puasa hanya pada hari – hari tertentu saja yaitu pada bulan Romadhon.
2. Kita menyadari bahwa perintah Allah itu sangat ringan dan terjangkau oleh manusia.
3. Kita menegakkan syari`at tidak bermaksud memberatkan.
4. Kita jalankan syari`at dengan menggunakan akal, yaitu tidak merusakkan jasad.
faman kaana minkum maridlon aw ‘alaa safarin fa’iddatun:
1. Kita tidak puasa karena sakit atau pergi dengan suasana batin tidak mengingini dan tidak melampaui batas “ghoiro baaghin wa laa ‘aadin”.
2. Kita tetap menjaga istiqomah puasa meskipun sakit atau bepergian. Misalnya: jika sakit, maka waktunya sahur ikut sahur lalu puasa, jika pagi butuh minum obat dan makan, maka makan secukupnya, minum obat lalu niat puasa lagi, itu lebih disukai oleh Allah.
min ayyaamin ukhoro:
1. Jika sakit atau bepergian boleh tidak puasa, tapi wajib mengganti pada hari yang lain.
2. Meskipun puasa Romadhon bisa diganti pada hari lain, tapi amaliyah selain puasa kita jalani sekuat mungkin, karena pada ayat lain keterpaksaan  itu hanya bagi yang terpaksa saja. Seperti Lailatur Qodar, dan sebagainya.
wa ‘alaa alladziina yuthiiquunahuu fidyatun to’aamu miskiinin:
1. Bagi orang yang keberatan untuk puasa, misalnya: sakit yang tidak mungkin sembuh, tua yang tidak mungkin muda, orang yang bekerja keras yang tidak mungkin ada waktu qodho’ atau tidak mungkin ditinggalkan, maka boleh tidak puasa, tapi wajib membayar fidyah yaitu dengan memberi makan seorang miskin sesuai sejumlah haari yang ditinggalkan.
Misal : tidak puasa 30 hari. Maka memberi makan satu orang miskin selama 30 hari atau memberi makan 30 orang miskin sehari. Nilai makanan diukur seperti apa yg biasa dimakan oleh si pemberi.
2. Kita berusaha untuk memberi makan orang, dengan yang paling baik.
3. Kita berusaha untuk tetap memberi makan orang miskin, meskipun tidak ada sebab karena disukai oleh Allah.
faman tathowwa’a khoiron fahuwa khoirun lahuu:
Kita berusaha untuk melakukan ibadah dengan sebaik mungkin.
wa an tashuumuu khoirun lakum inkuntum ta’lamuuna:
1. Kita mempelajari ilmunya puasa, dan kita tetap melaksanakan puasa meskipun dalam keadaan sakit.
2. Kita berusaha untuk selalu mencari ilmu agar menjadi orang yang mengetahui hukum-hukum Allah.
Sunnah puasa meskipun sakit, pergi dan berat menjalankan. Wajib meyakini bahwa mati dalam keadaan puasa adalah lebih baik disisi Allah. Beberapa ayat al-Qur’an tentang puasa mengandung arti bahwa puasa itu disukai oleh Allah. Misalnya: puasa sunnah pada hari senin dan kamis serta puasa sunnah pada tanggal2 tertentu, dengan niat untuk meningkatkan taqwa adalah berdasarkan al-Quran bukan bid’ah

0 Response to "HUKUM PUASA "

Posting Komentar